Wednesday, January 30, 2013

Dua Kubu Pakualaman Serahkan Berkas Calon Wagub

Senin, 10 September 2012 11:01 wib wib
Sri Sultan saat terima UUK DIY (Foto: Prabowo/okezone)
Sri Sultan saat terima UUK DIY (Foto: Prabowo/okezone)
YOGYAKARTA- Dua kubu di Puro Pakualaman akhirnya sama-sama menyerahkan berkas pendaftaran calon wakil gubernur ke DPRD DIY.

Bila kubu KPH Anglingkusumo menyerahkan berkas pada Senin (10/9/2012) pukul 08.00 WIB, maka kubu KPH Ambarkusumo menyerahkan berkas bersama dengan pihak Keraton Yogyakarta pukul 10.00 WIB.

Atas penyerahan itu, kini Pansus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di DPRD DIY memiliki dua berkas calon wakil gubernur dan satu berkas calon gubernur.

"Kita sudah serahkan tadi pagi pukul 08.00 WIB dan langsung diserahkan oleh KPH Widjojokusumo ke Pansus di DPRD," tandas KPH Wiroyudho, penghageng manggalayudho kubu KPH Anglingkusumo.

Menurut menantu Anglingkusumo yang bernama asli Sutan Rendra Jais tersebut, berkas yang diserahkan sesuai dengan persyaratan yang muncul di UU Keistimewaan DIY.

Sementara itu, kubu KPH Ambarkusumo menyerahkan berkas dipimpin oleh penghageng kawedanan kasentanan, KPH Tjondrokusumo. Kehadiran orang nomor dua di Kadipaten Pura Pakualaman tersebut bersama dengan KRT Djatiningrat dan KRT Pudjaningrat yang mewakili penghageng panitra Keraton Yogyakarta.

Dengan diterimanya berkas tersebut, pansus memiliki waktu lima hari untuk memverifikasi berkas pendaftaran calon. "Siang ini akan langsung dilakukan verifikasi berkas," kata Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana.
(Maha Deva/Koran SI/kem)
 
sumber : http://jogja.okezone.com/read/2012/09/10/510/687506/dua-kubu-pakualaman-serahkan-berkas-calon-wagub

Ada Preman di Dewan

Selasa, 11 September 2012

Demokratisasi telah tercoreng hari ini (11/9). Bukan di jalanan, bukan diruang diskusi, bukan di kantor birokrat, tapi di Gedung DPRD. Ironis, selama ini gedung DPRD adalah simbol demokrasi, kebebasan berbicara, dan kebebasan berpendapat setiap warga negara. Katanya gedung DPRD adalah rumah rakyat, tapi ternyata hanya rakyat tertentu yang bisa berumah disitu. Parahnya lagi, kejadian ini terjadi di Jogja. Jogja dikenal (Saya tidak tahu apakah ini hanya klaim saja) sebagai daerah yang plural. Dimana banyak perbedaan bisa berjalan bersama. Sayangnya, tidak semua orang berpikir seperti itu. 
Disini saya melepaskan posisi jurnalis saya dan memihak pada demokrasi. Saya tidak memihak pada kubu A atau B. Mayoritas atau pun minoritas. Saya pilih demokrasi dimana setiap orang memiliki kebebasan yang sama. Tidak ada yang dilucuti kebebasannya. 
Berikut saya tulis liputan kejadian yang saya anggap sabotase atas kebebasan berbicara dan berpolitik di DPRD: 
Sekber Usir Pendukung Angling
JOGJA - Kedatangan KPH Widjojokusumo dan KPH Wiroyudho beserta beberapa pendukungnya sempat menimbulkan gesekan-gesekan dengan aktivis sekber keistimewaan di halaman Gedung DPRD DIJ kemarin sekitar pukul 14.30 WIB. Awalnya aktivis sekber yang mendirikan posko di depan gedung DPRD tidak mengetahui kedatangan kubu KPH Anglingkusumo tersebut. Sebab datang menggunakan mobil xenia berwarna Baby Blue dan langsung menuju parkiran belakang dewan. Sehingga tidak tampak mencurigakan.
Namun belakangan, para aktivis sekber mengetahuinya, terlebih saat tak lebih dari sepuluh orang lelaki yang masih sangat muda menggunakan kaos merah dengan lambang pakualaman datang menggunakan motor. Aktivis Sekber langsung menutup gerbang DPRD yang hendak menghadang kubu Anglingkusumo.
Namun saat mobil KPH Widjojokusumo hendak keluar gedung DPRD, gerbang pun di buka. Hingga menyisakan para pendukung angling di halaman DPRD.  Para pendukung Angling pun segera dikerumuni oleh elemen pro penetapan itu. Sejumlah orang memaksa para anak muda itu membuka baju mereka yang berlambang pakualaman dengan teriakan –teriakan.  Dengan tanpa baju, mereka pun digiring ke pos satpam DPRD. 
Disitu, para aktivis sekber dengan suara yang tinggi menanyakan siapa mereka dan apa maksud tujuannya datang ke DPRD. Para anak muda itu hanya diam sambil menunduk dengan intimidasi tersebut. Lalu, para elemen pro penetapan itu pun meminta KTP para pendukung Anglingkusumo itu. Setelah data di KTP dicatat, mereka pun memaksa para pendukung pakualam untuk segera meninggalkan gedung DPRD.
Tak berapa lama Widjojokusumo dan Wiroyudho pun kembali ke DPRD dan mengaku sebagai kordinator dari para pemuda itu. Wiroyudho yang merupakan menantu Angling pun menghampiri para aktivis sekber dan menyelesaikan masalah itu dengan berjabat tangan. Pihak sekber pun mengatakan bahwa pihaknya hanya ingin mengetahui apa maksud dan tujuan para pemuda itu dengan baik-baik. “Kami hanya ingin menanyakan baik-baik. Sudah-sudah. Matur nuwun nggih,”kata salah satu aktivis sekber.
Setelah itu, para awak media pun segera menghampiri Widjojokusumo dan Wiroyudho untuk wawancara. Namun para pro penetapan pun meminta pers untuk melakukan wawancara diluar gedung DPRD. “Keluar. Keluar. Wawancara diluar saja sana. Kami mengendalikan tidak ada kekerasan tapi kami jangan dipancing,”ujar suara aktivis sekber yang lain.
Wiroyudho mengaku pihaknya tidak akan memperpanjang masalah tersebut dan menganggap itu adalah kesalahpahaman dan bisa diselesaikan. Namun ia menyayangakan pemaksaan pembukaan baju berlambang pakualaman. Itu berarti para aktivis tidak menghormati pakualaman atas insiden itu. “Itu berarti mereka sudah menghina wibawa pakualaman. Kalau mereka bilang mereka pendukung Kanjeng Ambarkusumo tapi mencopot baju pakualaman berarti mereka sendiri tidak menghagai pakualaman,”katanya.
Salah satu aktivis Sekber Jony Iskandar mengaku jengkel pada para pemuda. Sebab ketika dia menanyakan maksud tujuan, mereka hanya diam saja.  “Itu bikin jengkel. Sudah ditanya baik-baik apa kepentingannya malah diam. Ini kan (DPRD) poskonya Sekber untuk mengawal keistimewaan ini. Jangan sampai diricuhkan rakyat kecil,”kata pria asal Madura ini.
Kata dia, setiap orang berhak ke dewan. Hanya saja perlu dengan aturan main. Menurut Jony sudah ada aturan main, dimana pihaknya sudah menjelaskan mengapa mereka mendirikan posko di DPRD. Kata dia salah satu aturan main yang dilanggar oleh pendukung Anglingkusumo adalah ada yang datang menyerahkan berkas Anglingkusumo, tanpa laporan. “Itu diam apa maksudnya. Itu kan memancing kemarahan namanya. Coba ke sini baik-baik bilang apa penjelasannya kan enak,”tegasnya.
Sementara itu Anggota Pansus Penetapan Arif Rahman Hakim menghimbau agar kedua pihak menjaga proses penetapan gubernur dan wakil gubernur dengan sebaik-baiknya. Agar tidak tercederai oleh aksi-aksi vandalis yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Jogjakarta. Kata dia setiap orang memang berhak menyampaikan pendapat ke DPRD. “Namun pendapat yang disampaikan harus yang  bisa dipertanggungjawabkan,”tandasnya. (hed)”
Sekretariat Bersama (Sekber) Keistimewaan tiba-tiba muncul merasa menjadi pemilik dewan. Mereka merasa berhak untuk menentukan siapa yang boleh ke dewan dan siapa yang tidak. Beberapa hari lalu, elemen pro penetapan dalam rancangan undang undang keistimewaan (RUUK) memang mendirikan posko di DPRD DIJ. Alasannya ingin mencegah Anglingkusumo yang mengklaim sebagai Paku Alam IX untuk mendaftarkan diri sebagai calon gubenur.
Sekber mengaku sebagai pendukung Paku Alam IX (KGPAA Ambarkusumo) yang sudah menjadi PA sejak 1999. Jika menarik jauh ke belakang, konflik antara Ambarkusumo dan Anglingkusumo memang telah berlangsung sejak Ambarkusumo dilantik. Anglingkusumo menegaskan dia tidak mengakui pelantikan itu. Konflik itu terus bergulir hingga kini. Puncaknya adalah ketika UUK disahkan pada 30 Agustus 2012. Dimana salah satu keistimewaan DIJ adalah jabatan gubernur dan wakil gubernur melekat pada sultan dan paku alam yang bertahta. Kini telah dilakukan pendaftaran cagub dan cawagub untuk diverifikasi DPRD dan ditetapkan melalui paripurna pada 21 September 2012. Lalu dilantik presiden pada 9 Oktober mendatang.
Karena keduanya mengklaim bertahta, maka dua kakak beradik tiri itu mendaftarkan diri dengan membawa 14 persyaratan yang diamanatkan UU nomor 13 tahun 2012 tentang Keisitmewaan DIJ. Dewan sendiri mengaku hanya akan menindaklanjuti berkas milik Ambarkusumo. Karena yang mereka akui selama ini menjadi PA IX adalah yang telah lama mereka kenal dan menjabat sebagai wakil gubenur sejak 2002.
Saya tidak mau membahas sikap dewan. Namun saya sangat menyesalkan politik dukung mendukung yang tidak sehat ini. Sekber sepertinya sudah merasa menjadi polisi tepatnya preman keistimewaan. Saya kira tidak seharusnya mereka menghadang melakukan intimidasi terhadap pendukung Angling yang bahkan belum mengeluarkan satu pernyataan sikap apapun. Mereka memaksa enam pemuda itu membuka baju, menggiring ke pos satpam, menginterogasi dengan suara yang menggelegar. 
Karena para pemuda itu diam, lantas sejumlah “penjaga UUK” menyatakan bahwa para pendukung Angling itu bayaran. Tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa “penjaga UUK’ itu juga tidak dibayar (bukan secara harfiah). Politik bayar membayar itu sudah sangat biasa saat ini, walaupun itu tidak bisa dimaklumi. 
Jony Iskandar bilang mereka tidak mau melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Tapi mereka minta untuk tidak dipancing. Buat saya itu tindakan yang egois. Kenapa orang-orang harus peduli kepada keberpihakan mereka? Harusnya kalau mau dipedulikan mereka juga harus peduli pada pendapat orang lain. Bukankan setiap orang harus saling menghargai.
Berbagai kejadian ini sepertinya semakin membuat saya yakin, bahwa demokrasi dan kebebasan untuk berpendapat itu tidaklah segampang mengucapkannya. Karena masih saja banyak orang-orang dungu yang tidak mengerti itu.

Daftar Cawagub DIY, Pendukung Anglingkusumo Dicegat Warga
Anton W
11 Sep 2012 18:43:48
Daftar Cawagub DIY, Pendukung Anglingkusumo Dicegat Warga
Pendukung Anglingkusumo Dicegat Warga (Foto: Aktual.co/Anton W)
Kericuhan mewarnai proses pendaftaran kelengkapan berkas calon wakil gubernur (cawagub) kubu saudara tiri Paku Alam IX bertahta, KPH Anglingkusumo di DPRD DIY Selasa sore (11/9).
Yogyakarta, Aktual.co — Kericuhan mewarnai proses pendaftaran kelengkapan berkas calon wakil gubernur (cawagub) kubu saudara tiri Paku Alam IX bertahta, KPH Anglingkusumo di DPRD DIY Selasa sore (11/9).

Insiden terjadi setelah perwakilan Anglingkusumo, yakni KGPH Wijojokusumo selaku Reh Kasentanan Pura Pakualaman dan KPH Wiroyudho atau Sutan Rheindra Jais, diiringi beberapa pendukungnya, menemui Plt Sekwan DPRD DIY, Drajad Ruswandono dan tiga pimpinan dewan, yakni Janu Ismadi, Sukedi dan Tutiek M Widyo.

Kericuhan terjadi di depan Gedung DPRD DIY usai perwakilan Anglingkusumo menyerahkan berkas persyaratan.

Puluhan elemen masyarakat pro keistimewaan yang selama ini mendukung cawagub Paku Alam IX bertahta KPH Ambarkusumo, langsung mencoba menghadang rombongan mobil yang ditumpangi kubu Anglingkusumo. Namun, massa gagal menghadang Toyota Avanza yang ditumpangi KGPH Wijojokusumo dan KPH Wiroyudho. Massa hanya berhasil mencegat enam pendukungnya yang menaiki tiga sepeda motor.

Enam orang yang mengenakan baju merah dengan logo Pakualaman di dada, itu tidak diperbolehkan keluar dari komplek dewan sebelum menyerahkan KTP dan melucuti baju yang dikenakan.

Keenam pemuda tanggung itu dicecar berbagai pertanyaan oleh puluhan anggota elemen. "Siapa yang menyuruh kamu ke sini?", ujar seorang anggota elemen.

Suasana semakin memanas karena enam orang itu tidak menjawab pertanyaan. Sehingga massa akhirnya meminta KTP untuk kemudian dicatat nama serta alamat mereka.

Melihat kericuhan tersebut, KGPH Anglingkusumo dan KPH Wiroyudho memutar mobilnya dan kembali masuk ke komplek DPRD DIY untuk menenangkan keadaan.

"Catat saja nama saya, jangan nama mereka. Saya yang bertanggung jawab," kata Wiroyudho yang merupakan menantu Anglingkusumo.

Setelah terjadi dialog antara Wijojokusumo, Wiroyudho dan perwakilan massa, keadaan menjadi terkendali. Kemudian rombongan Anglingkusumo segera meninggalkan lokasi.

Ditegaskan Wiroyudho, pihaknya tidak berkeinginan mengganggu jalannya proses penetapan Sultan HB X sebagai Gubernur DIY. Hanya menuntut berkas persyaratan pengajuan wakil gubernur yang diberikan juga diverifikasi oleh pansus.

Pada pertemuan di DPRD, kubu Angling menyerahkan kelengkapan berkas persyaratan pengajuan cawagub, seperti tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, tidak sedang dicabut hak pilihnya, pernyataan tidak sedang dalam keadaan pailit dan tak memiliki utang serta daftar kekayaan.

Padahal sebelumnya Senin (10/9) DPRD DIY telah menyatakan berkas kelengkapan yang disampaikan kubu Anglingkusumo tidak akan diproses karena tidak disertai undangan dari dewan. DPRD hanya mengakui bahwa raja Paku Alaman yang bertahta adalah KPH Ambarkusumo, bukan Angling. Sehingga cawagub yang akan diverifikasi datanya adalah milik Ambarkusumo.

Namun, Wakil Ketua DPRD DIY Janu ISmadi menuturkan berkas itu selanjutnya akan dibawa ke dalam forum rapat Pansus Verifikasi. Meskipun sesuai UUK DIY disebutkan bahwa berkas Paku Alam IX yang selama ini bertahta adalah yang akan diproses.

"Segala surat yang masuk ke DPRD tetap kami terima. Masalah nanti akan diverifikasi atau tidak, besok (hari ini) kami bawa dulu ke dalam rapat Pansus," kata Janu.
Oki Baren
 
sumber : http://www.aktual.co/politik/183515daftar-cawagub-diy-pendukung-anglingkusumo-dicegat-warga
Konflik Pura Pakualaman-Kubu Angling Tetap Ngotot PDF Print
Tuesday, 18 September 2012
YOGYAKARTA – Kubu KPH Anglingkusumo menilai agenda atur uninga atau pernyataan sikap dari Kawedanan Kasentanan dan Hudyana hanyalah kegiatan yang mengulang peristiwa 13 tahun lalu.

Menurut mereka hal tersebut tetap tak memenuhi paugeran atau tatanan yang berlaku. Penghageng Manggalayudho versi KPH Anglingkusumo, KPH Wiroyudho mengatakan, penobatan KPH Ambarkusumo pada 26 Mei 1999 lalu tidak memenuhi tatanan. Salah satu yang dijadikan dasar adalah tidak semua anak lelaki dari KGPAA Paku Alam VIII menyetujui penobatan tersebut.

”Jadi paugeranyang mana,itu sampai saat inipun mereka tidak bisa menjelaskan,”tandasnya. Sementara pernyataan dari Hudyana yang diwakili oleh KRMT Prodjo Adisuryo disebutkannya juga tidak memiliki legitimasi. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang menyebutkan Hudyana adalah lembaga yang hanya menjadi tempat berkumpulnya keluarga.Atas kondisi tersebut, menantu KPH Anglingkusumo tersebut menyatakan, pihaknya tetap akan melaksanakan sejumlah agenda yang sudah tersusun.

”Kita akan upayakan tindakan hukum pelaporan ke Presiden, Kapolri maupun KPK sesuai koridor masing-masing,” tambahnya. Terpisah Penghageng Kawedanan Kasentanan KPH Tjondrokusumo mengatakan, pernyataan yang disampaikan dalam bentuk atur uninga pada Minggu (16/9) merupakan bentuk pertanggungjawaban atas penyerahan berkas pencalonan KGPAA Paku Alam IX ke DPRD DIY dalam rangka penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

”Ini bentuk pernyataan untuk memberikan kepastian kepada semua pihak sebagai tanggungjawab atas pendaftaran yang kita serahkan ke DPRD,”jelasnya. Seperti diketahui pada Minggu (16/9) KGPAA Paku Alam IX mendapatkan pernyataan dukungan secara langsung dari keluarga besar Kadipaten Pura Pakualaman.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Panghageng Kawedanan Kasentanan KPH Tjondrokusumo dan diikuti oleh Hudyana sebagai paguyuban trah dan masyarakat yang diwakili oleh Warga Adikarto Kulonprogo dan Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY. maha deva 
 
sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/527374/